“Walah bagus om, sesama umat beragama saling menghormati”

Kalimat di atas saya dapatkan dari murid SMK Negeri 2 Cibinong. Ketika saya memperlihatkan salah satu kertas kuning bertuliskan huruf kanji yang ditulis dengan tinta darah. Darahnya masih segar. Belum kering.

“Amar, Om barusan dapat selarik kertas bertuliskan huruf kanji dengan tinta darah. Bagaimana menurut Amar?”

Itulah jawaban, Amar. Kalimat pembuka di atas. Muhammad Amar lengkapnya. Siswa kelas tiga SMK Negeri 2 Cibinong. Yang mahir memainkan saxophone. Memilih karawitan sebagai kegiatan ekskul nya. Malam ini dia mengantarkan sahabatnya untuk latihan terakhir. Sebagai salah satu pemain karawitan untuk pembukaan Bogor Street Festival, Cap Go Meh 2020.

Jawaban itu sangat membanggakan saya. Ternyata masih ada sekelompok anak muda semacam Amar ini.

Ya, malam ini adalah malam terakhir dari rangkaian perayaan Imlek. Malam ke lima belas menurut perhitungan saudara kita yang menjalankan tradisi leluhurnya dari Tiongkok sana. Di mana malam ini adalah malam penghujung para dewa untuk kembali ke “atas”. Setelah lima belas hari di bumi, maka para dewa ini akan kembali ke tempatnya. Tentunya berbagai macam doa dirapalkan. Berbagai macam permintaan, permohonan, dan perlindungan didaraskan. Untuk dibawa oleh para dewa ke langit. Salah satu caranya adalah melalui ritual pemotongan lidah. Untuk diambil dan ditampung darahnya. Digunakan untuk menulis huruf kanji.

Sebelumnya, dari pagi hingga magrib. Ribuan orang datang berkunjung ke Vihara Dhanagun. Ada yang sembahyang. Ada juga yang sekedar berkunjung dan berfoto. Semua dilayani dengan baik.

Semua makan lontong cap go meh. Tidak kurang dari sepuluh ribuan porsi tandas hari ini. Hingga acara “pengirisan lidah di mulai” selepas Maghrib.

Diawali dengan doa dan musik ritmis, yang makin lama semakin menghentak dan dinamis. Tiba-tiba salah seorang dari mereka mengambil pedang. Mengiriskan ke lidahnya. Hingga darah bercucuran.

Darah ini ditampung ke dalam mangkok putih. Lantas darah ini dipakai sebagai tinta untuk menuliskan huruf kanji. Pada tengkuk orang-orang yang sudah antri dan mendaftarkan diri sebelumnya. Juga pada berlembar-lembar kertas kuning. Jika darah ini habis, maka dilakukan pengirisan lidah kembali.

Demikian dilakukan berulang-ulang. Hingga antrian habis dan lembaran kertas kuning itu tak bersisa.

Ratusan orang hadir. Baik yamg terlibat secara langsung. Maupun hanya sekadar menonton dan mengabadikan jalannya upacara.

Pada orang yang tengkuknya ditulis huruf kanji tentu berharap keselamatan dan keberkahan di tahun ini. Juga kepada mereka yang mendapatkan kertas kuning tersebut.

Konon kabarnya orang yang diiris lidahnya. Diambil darahnya. Kemudian menuliskan huruf kanji langsung, bukan berdasarkan kemauannya sendiri untuk menulis sesuatu. Tetapi ada semacam “bisikan” yang menuntunnya.

Sebelumnya pada hari ke delapan ada juga sebahagian saudara kita ini yang mengunjungi delapan vihara. Dengan tujuan berdoa. Dan mendapatkan berkah dari kedelapan tempat yang dikunjunginya tersebut.

Saya jadi teringat ketika melihat beratus-ratus mbok kampung dari pelosok Jawa Tengah dua tahun lalu. Naik truk berhimpitan dengan pakaian seadanya. Alas kaki seadanya. Bekalpun seadanya pula. Tujuannya hanya satu. Ngalap berkah ke makam wali songo. Menjelang Muharam tiba. Bahkan masuk ke makam-pun mereka harus antri dengan cukup lama. Tapi mereka antri dengan sabar. Bahkan ada yang sambil melafalkan zikir.

Tujuh makam mereka sambangi ditengah berkekurangan mereka itu. Tapi saya lihat mereka semua bahagia ketika selesai berdoa di satu makam wali. Bahkan, hingga adzan subuh berkumandang sayup-sayup. Setelah subuh berjamaah dan fajar menyingsing mereka pergi naik truk. Menuju ke makam wali berikutnya. Entah kekuatan (energi) apa yang mendorong mereka melakukan itu semua.

Menurut almarhum Gus Dur. Hanya orang-orang yang memiliki kecintaan yang tinggi kepada agamanya yang sanggup melakukan itu semua.

Eh, jangan-jangan diantara mereka ada yang berupa “wali” juga. Bisa saja si sopir truk. Atau kenek truk yang membantu mbok-mbok itu naik ke atas truk. Jadi teringat cerita Walipaidi.

Malam ini, sayup-sayup, di Vihara Dhanagun. Saya kembali mendengar doa dan zikir yang dirapalkan oleh ratusan mbok mbok itu. Bercampur dengan suara ritmis musik yang mengiringi pengirisan lidah di Vihara Dhanagun. Tidak sanggup saya melukiskan dengan kata-kata. Begitu cintanya mereka kepada agama dan tradisi yang mereka anut dan percayai.

Terima kasih Amar yang membuat saya tetap semangat. Terima kasih teman Amar yang sudah jauh-jauh dari Cibinong dan di tengah hujan tetap hadir untuk latihan.

Terima kasih kepada semua pemain karawitan dan seluruh pengisi acara yang malam ini sudah pasti melakukan latihan terakhir. Mempersiapkan kostum, make up, dan properti lainnya. Untuk bersama-sama esok hari menutup rangkaian imlek.

Terima kasih kepada pengisi acara yang masih dalam perjalanan menuju Bogor. Kalian semua adalah bagian dari Indonesia yang indah. Bagian dari keberagaman dan kekayaan yang kita miliki. Yang harus kita jaga bersama.

Terima kasih juga Om Dede yang sudah berkenan memberi saya kertas kuning bertuliskan huruf kanji dari darah Om Dede. Semoga persahabatan kita tetap langgeng. Saya akan simpan kertas ini sebagai tali persahabatan kita.

Konon kabarnya, bagi orang “pintar” seluruh Vihara Dhanagun malam ini dipenuhi dengan energi positif.
Bagi para fotografer yang jeli akan dapat melihat energi ini melalui lensa kameranya. Tapi jika menggunakan kamera pocket. Bukan kamera lainnya. Energi itu berupa bulatan-bulatan putih yang bertebaran di angkasa. Melingkupi Vihara Dhanagun. Silahkan lihat hasil kamera pocketnya sekarang.

Bagi yang belum sempat melihat malam ini. Masih ada esok malam. Ketika iring2an “joli” melintas disepanjang jalan Suryakencana. Jangan lupa gunakan kamera pocket.

Semoga energi ini semakin menguatkan persaudaraan kita. Jangan biarkan dia menari-nari diangkasa lalu membubung dan hilang ditekana gelap malam. Tapi tangkap dan ambil. Simpan sebagai sebuah spirit. Untuk menjaga kebersamaan dan keberagaman kita yang sangat indah ini.

Ichay Taher
Vihara Dhanagun

admincgmfest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *